Pencapaian Impian

Kamis, 31 Mei 2012

               by: Cantika Verryl Utami

 Pagi itu cerah sekali, merdunya kicauan burung pun mengiringi pagi itu. Mataku masih terasa berkerikil saat ku lihat jam pukul 6. Aku pun tersentak dan langsung beranjak dari tempat tidurku. Langsung ku ambil handuk di balik pintu kamarku. Setelah selesai mandi aku pun membereskan diri untuk bersiap pergi ke sekolah. Ku lihat jam dinding di ruang tamu ku, pukul setengah tujuh pagi. Tanpa pikir panjang lagi aku langsung menyambar tas sandang kesayanganku, karna semalam aku sudah bereskan alat-alat sekolahku.
“Ma, Tara pergi kesekolah dulu ya. Asalamu’alaikum.” Ku cium punggung tangan mamaku.
“Wa’alaikumsalam. Hati-hati, nak.”
“Iya,ma.”
Saat aku sampai di gerbang sekolah bel tanda apel pagi di mulai, berbunyi. Langsung aku berlari dan mengeluarkan atribut upacara dari dalam task u. Di sekolah, aku adalah salah satu pemain marcing band. Hampir setiap hari senin aku dan teman-temanku yang lain bermain semaksimal mungkin agar upacara tak kacau karena kami. Tapi terkadang memang kacau sih. Hehehe. Tapi kami cukup bangga dengan hasil kerja kami.  Akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga. Allah beri keselamatan kepada kami. Upacara selesai. Letih sekali, memegang alat mercing ini.
“kekelas yuk”
“eh,syifa. Iya ini juga mau kekelas. Pertamanya sih aku mikirnya bakal sendirian tapi kayaknya gak jadi deh.” Aku tersenyum tipis.
“iya. Yuk,tar.”
***
Gak kerasa udah jam 3 sore.
Berarti waktunya pulang. Seperti biasa aku mencari sahabat ku dulu sebelum pulang. Tapi dari tadi pagi aku gak melihat kehadiran mereka.
            “mana sih Wira sama Dita. Dari tadi pagi gak kelihatan.” Ku tepis keringat di dahiku. Di sekolah sebesar ini aku harus mencari mereka. Sepanjang mataku memandang sekolah ini, aku baru sadar ternyata begitu banyak tangga. Bagaimana tidak letih? Tapi aku jadi teringat waktu aku mendaftarkan diri di sekolah ini. Butiran cair dari mataku pun mulai menetes. Aku teringat  betapa susahnya orang tuaku berusaha agar bisa membayar administrasi saat aku masuk sekolah ini. Mereka terpaksa harus tebal muka untuk meminjam uang. Saat itu terpikir dalam otakku, apa aku harus memupuskan harapanku untuk masuk kesekolah idaman setiap siswa SMP yang baru lulus dari sekolahnya. SMK Dana Persada. Aku coba bicarakan pada orang tuaku, keputusanku adalah tak jadi masuk SMK Dana Persada karna sudah tidak mungkin lagi, tidak ada jalan agar aku gapai harapan ku.
            “ma, udah gak usah capek-capek lagi minjem uang biar aku bisa masuk sekolah itu. Gak masuk sekolah itu juga gak apa-apa kok ma.”
            “gak, nak. Mama tau sekolah itu harapan utama kamu. Bagaimanapun caranya mama akan tetap berusaha.”
“mama, gak usah terlalu memikirkan itu. Masih banyak sekolah yang lain kok,ma.”
“gak.” Tiba-tiba mama terdiam.
Aku mencoba tangkap apa yang ada dipikiran wanita paruh baya itu. Tapi, aku hanya menangkap sirat kesedihan dan ketakutan. Aku tau aku adalah harapan mama yang pertama. Mama pasti ingin yang terbaik untukku. Mama beranjak dari tempatnya. Sepertinya dia menuju lemari tempat menyimpan surat-surat penting. Apa yang akan mama lakukan? Penuh sekali pertanyaan-pertanyaan yang menurutku tidak bisa ku jawab dengan nalarku sendiri. Mama mengambil map yang rapi dan di dalamnya sepertinya penuh dengan kertas-kertas penting.
            “map apa itu,ma?”
            “ini surat-surat rumah kita.”
            “mama, mau jual rumah ini,ma? Atau mama bakal jual rumah yang satunya lagi,?
            “mama mau jual rumah kita yang satu lagi,nak. Mama akan lakukan apapun agar kamu bisa capai impian kamu. Rumah ini tidak akan mama jual, karna rumah ini akan mama berikan untukmu dan adik-adikmu.”
            Tanpa sadar aku meneteskan air mata. Sebegitukah rasa sayang mama padaku? Langsung ku peluk mama, kehangatan itu langsung aku rasakan.
“mama aku sayang mama. Aku janji aku akan gapai apa yang aku inginkan selama ini. Aku akan buat mama bangga. “
            “ra, ngapain kamu bengong-bengong sendiri? nagis pula?”
            Langsung ku tepis pandangan yang membuat ku termotivasi itu.
            “hm aku gak nangis kok.”
            “bohong kamu,ra.”
            “iya. Pasti kamu lagi sedih. Kamu kenapa sih sekarang gak mau cerita lagi sama kami.” Cowok pintar, bertubuh tinggi, dan berwajah tampan itu terlihat sedih. Wajahnya yang ceria berubah menjadi murung.
            “aku gak apa-apa kok. Tenang aj. Udah ah, yuk pulang. Capek aku nyariin kalian.” Aku sela pembicaraan yang kalau dilanjutkan mungkin bakal jadi cerita-cerita haru di sinetron-sinetron yang super duper dramatis.
***
            Melihat pintu kamar tercinta ku, seperti melihat tempat paling indah rasanya kalau aku sudah pulang dari sekolah, karna kegiatan di sekolah yang membuat badanku terasa keropos seketika, tarasa renta begitu cepat.
            “nak, kamu udah makan belum?” suara lembut itu selalu terdengar kalau pulang sekolah aku langsung berhambur kekamar.
            “iya,ma. Sebentar lagi aku makan.”
4 hari lagi Hardiknas. Harus ada yang berkesan dari Hardiknas tahun ini. Semakin aku berpikir semakin lelah rasanya, aku melihat langit-langit kamar ku. Aku seperti melihat bayangan  kehidupanku di masa depan. Akuberada di tempat yang indah, mungkin setiap orang ingin merasakannya. Aku langsung beranjak ke meja belajar dan membuat agenda agar aku bisa capai impian itu. Yang pertama di pikiran ku adalah menjadi siswa undangan, tapi pikirku susah sepertinya. Yang ke dua, pertukaran pelajar. Ah, sudah-sudah gak mungkin semuanya. Aku pun berdiri dari kursi empuk itu. Saat aku mulai berjalan, otakku mulai mengingatkanku tentang 4 hari lagi. Ya, bukannya aku akan mengikuti lomba mengarang cerpen tingkat nasional, hampir saja aku lupa itu. Agenda 4 hari lagi sudah terbayang di pikiran ku. Kekuatan mataku sudah mulai tidak bisa ku tahan lagi, aku benar-benar letih. Kasur empuk itu menjadi jawaban tepatnya.
***
Kring...kring...kring... sedih rasanya harus tinggalkan mimpi indah itu, padahal tadi itu mimpinya indah banget. Semoga saja itu benar-benar terjadi. “amin” dengan nada suara yang sedikit serak karna, pita suaraku juga belum tersambung. Pikiranku menerawang lagi pada mimpi tadi, seakan-akan aku berada di kenyataan hidupku yang akan terjadi. Ah, andai saja itu terjadi. Itu sangat tidak mungkin bagiku.  Aku melihat keluar jendela warna langit masih tampak gelap kebiru-biruan . Terlihat sangat indah, jika aku melihat itu di negri impianku, Paris. Andai saja lewat hobby dan cita-citaku aku bisa pergi ke negri impian itu. Huh, kesal rasanya mengingat hal bodoh itu. Tapi ya sudahlah sampai saat ini aku masih sangat berjuang untuk wujudkan itu. Ku hampiri tempat dimana biasanya ku luapkan isi hatiku. Buku harian kusam yang setiap harinya ku isikan angan-anganku. Perlahan akupun membukanya.
impianku bukan hanya sekedar angan-angan untukku, tapi suatu pencapaian agar aku bisa dapatkan kemenangan hati yang saat ini mungkin tertunda. Namun biarkanlah sang pecundang melepaskan kebahagian kehidupanya. Dan biarkan sang iblis terus bisikan keputus asaan. Namun ku akan tetap lurus pada tujuan. Tak peduli angin kencang yang menerpa hati. Tak peduli kesengsaraan yang menghancurkan angan. Dan biarkan sang duri menusuk jiwa.  Ku akan tetap pada satu tujuan. KEMENANGAN.”
Ku tutup buku kusam yang berisi kata-kata haru, bahagia, dan kesakitan itu. Terangakai lagi kata-kata yang mewakili hatiku.
“ma, aku mau berangkat sekolah dulu,ma. Asalamu’alaikum.”
“wah, anak mama baru bangun sejak sore hari kemarin. Kamu terlihat capek sekali kemarin.”
“iya,ma. Tara pergi dulu ya,ma.”
“iya nak. Hati-hati kamu dijalan.”
Kuciumi hangatnya tangan yang penuh dengan kasih sayang dan kelembutan hati itu. Rasanya tak ingin jauh-jauh dari mama.
***
“tara.”
“eh, dita. Pagi-pagi udah buat orang kaget.”
“hehehehe. Maaf deh maaf.” Senyumnya terlihat manis di balik bibir tipis dan merahnya itu, di tambah lagi dengan parasnya yang cantik. Semakin menambah pesona diwajahnya. Sahabatku yang satu memang salah satu primadona sekolah. Bagaimana tidak, sudah baik, ramah, cantik, pintar pula. Cowok mana yang gak bakal kepincut dengan dia.
“iya gak apa-apa kok,dit.”
“eh, iya. Gimana persiapan cerpen kamu buat tangaal 2 besok? Cie-cie, yang mau ke Jakarta. Semoga menang ya sahabatku yang baik.”
“amin. Makasih ya doanya. Sudah ada ide sih, tinggal di sana aku kembangkan saja lagi. Soalnya, lombanya tidak langsung memberi hasilnya, tetapi panitia ingin melihat apakah benar itu hasil karya sendiri.”
“oh begitu. Ya sudah aku Cuma bisa mengirimkan doa buat kamu.”
“sekali lagi makasih ya.”
“ iya sama-sama.”
“eh, aku ke kelas duluan. Takut telat soalnya.”
“ iya sama,ra. Aku juga mau kekelas, pelajarannya pak Dani soalnya hari ini. Daa... tara.”
“daa dita.”
***
“dit, bisa temani aku ke toko buku gak,?”
“mau ngapain kamu?”
“Cuma mau nyari refrensi buku doing. Buat bahan cerpen tanggal 2.”
“oh. Bisa-bisa.” Aku masih berpikir bagaimana cerpen yang akan ku tulis nanti. Aku takut tak bisa mengalahkan peserta-peserta dari seluruh Indonesia. Antara yakin dan tidak aku akan bisa lanjutkan ke tingkat internasional. Lagi pula, aku tidak tau hadiah apa yang akan aku terima jika aku bisa menangkan kompetisi ini.
                        “ hm, dit. Aku takut ni.”
                        “takut  kenapa kamu ,ra?”
            “aku takut tidak diperbolehkan mama pergi ke Jakarta. Kamu tau sendirikan mama tidak setuju kalau aku terus kembangkan hobbyku.”
            “sudah,ra. Suatu saat mama mu akan mengerti. Jelaskan saja pada mama dan papa mu. Dan tunjukan kepada mereka kalau kau bisa menangkan kompetisi ini, dan kamu bisa sukses di bidang ini.”
            “hmmm tapi...”
            Dita menyela pembicaraan ku. “gak ada tapi-tapian. Kamu harus lakukan dan ikuti kata hatimu. Aku yakin mama mu akan luluh.”
            Berjalan kaki, akhirnya sampai di tempat yang ingin di tuju. Toko bukunya tak jauh dari sekolah. Menurutku itulah salah satu toko buku yang lengkap yang ada di Batam. Saat mulai membuka pintu masuk toko buku itu, udara segar dari AC toko menerpa wajah yang semula panas, karna teriknya matahari yang sangat menyengat. Setelah lama melihat-lihat refrensi. Akhirnya aku temukan bahan yang tepat untuk lomba. Aku membayar bukunya. Dan kami langsung pulang kerumah.
***
            “dari mana saja kamu,nak?”memasuki pintu rumah suara mama terdengar, sepertinya mama kawatir
            “dari took buku,ma.”
            “apa lagi yang kamu cari di took buku? Untuk bahan tulisan kamu? Untuk puisi-puisimu? Cerpen-cerpenmu? Mungkin setelah ini kamu akan buat novel. Dan itu akan semakin menyita waktu belajarmu. Apapun keputusan kamu, mama tetap tidak akn setuju kamu jadi seorang penulis.”
            “ma, apapun yang mama katakana sekarang, aku hanya ingin buktikan kalau aku bisa berprestasi dalam bidang tulis menulis.”
            Nada suara mama terdengar marah. Mama memang tak pernah setuju aku menjadi seorang penulis. Dan itu bukan jadi satu penghalang untuk aku gapai cita-citaku.
            “kalau kamu tidak suka dengan keputusan mama, silahkan kamu keluar dari rumah ini.” Sikap mama berubah 360jika mendengar hobbyku. Aku terisak mendengar perkataan itu. Rasanya seperti batu yang di lemparkan secara serentak ketubuhku. Aku langsung berlari kekamar dan mengunci pintu kamar. Ku telpon dita, aku ceritakan semua yang terjadi. Dan dita menyuruhku tinggal dirumahnya sementara waktu. Ku bereskan bajuku untuk pergi ke rumah dita. Mengingat besok aku akan berangkat ke Jakarta. Aku bawa alat-alat, uang, baju, bahan, dan semua yang mungkin akan aku perlukan di Jakarta nanti. Tanpa piker panjang, aku tulis secarik kertas, aku katakan aku ingin berpamitan karna besok aku akan tinggalkan Batam dan meminta doa dari mama.
            Dita sudah menjemputku di luar. Aku langsung pergi tanpa berpamitan dengan mama. Tanpa ada satu orang rumah pun yang tau aku akan pergi.
***
Di rumah dita, aku disambut oleh mamanya yang baik, tak berbeda jauh dengan anaknya.
            “tara, apa kabar kamu? Udah lama gak main ke rumah tante?”
            “iya lah,ma. Diakan lagi sibuk buat lomba cerpennya tanggal 2 di Jakarta. Besok dia akan berangkat ke Jakarta,ma.”
            “wah, kamu pintar sekali. Bisa ikut lomba mengarang cerpen sampai tingakat nasional. Kalu dita, mana bisa kayak gitu. Coba saja Dita bisa kayak kamu, pasti tante bangga.”
            Andai saja mama bisa sama seprti tanggapan tante Sisil, mamanya Dita. Pasti aku bahagia, dan tak perlu pergi dari rumah, agar bisa pergi ke Jakarta.
            “ah,mama. Ya jelas lah. Dita itu pengennya jadi bidan bukan penulis,ma.”
            “iya-iya, terserah kamu saja. Yang penting kamu bisa buat mama bangga.”
            “ya udah,ma. Dita sma Tara mau ke kamar. Capek,ma.”
            “iya,nak. Istirahat yang cukup, besok kan kamu akan ke Jakarta. Kamu sudah bilang sama mama kamu kalau kamu akan ke Jakarta besok?”
            “sudah tante. Saya permisi istirahat dulu ya tante?”
            “iya. Sudah dita bawa tara ke kamar.”
            “iya,ma.”
***
Di sekolah aku bertemu bu Sida, aku akan berangkat ke Jakarta dengan ibu Sida. Aku berpamitan dengan guru-guru dan meminta doa dari teman-teman di sekolah. Sebelum pergi, aku berpamitan denga dita dan wira. Aku sedih walau pun hanya 4 hari aku tinggalkan mereka. Di san aku pasti tidak punya teman lagi seperti mereka. Akan jadi 4 hari yang sangat membosankan tanpa mereka.
“wira, dita, aku pamit ya. Doakan aku menang. Semoga aku bisa melanjutkan ke tingkat internasional.”
“selama ini aku tau. Pencapaian kamu sangat tepat untuk cita-citamu,ra. Aku yakin jika kamu menang. Mama mu akan mengerti.” Tak tahan rasanya aku melihat pancaran wajah kesedihan dari sahabatku ini. Aku peluk dita dan wira. Wira tak bicara apa pun. Aku tau dia sangat sedih jika personil kami kurang satu orang. “yah, personilnya kurang satu deh. Hahaha” sambil menghela nafas panjang aku peluk ke dua sahabatku itu.
“Tara, ayo. Nanti kita ketinggalan pesawat.”
“iya,bu. Sebentar. Aku pergi dulu ya teman-teman.”
Tersirat sekali kesedihan di wajah mereka. Aku bakal balik lagi kok sahabat.
***
                Akhirnya selama perjalanan dari sekolah ke bandara selama kurang lebih 1 jam. Dan pesawat Batam-Jakarta selama 2 jam. Aku sampai di bandara soekarno-hatta. Dan menunggu pesawat yang delay selama 3 jam. Ini kali pertamanya aku injakan kaki di Jakarta. Hiruk pikuk kota terasa sekali di sini. Kepentingan individual pun sangat terlihat. Aku keluarkan buku harian ku. Dan disepanjang jalan menuju hotel aku tuliskan yang aku rasa.
hiruk pikuk kota ini, memulai perjuanganku untuk menang. Keberhasilan akan kucapai dengan peluhku. Aku tau ini adalah langkah awal untuk gapai restu mama. Akan aku bawa angan mama lewat pemikiran ku dan terkurasnya ideku. Mama, ialah tujuan awalku gapai impian ini. Cacian yang terlontar dari mulut mama tak patahkan semangat juangku. Justru menambah motivasiku untuk menjadi bintang di hati mama. Mama, maafkan tara jika tara tak dengarkan kata mama. Tapi tara hanya ingin tunjukan ke mama, ini tak akan buat tara terjatuh. Tapi justru akan buat tara dan mama tersenyum bahagia. Jika tara menang, tara akan peluk mama, tara akan katakana tara bisa buat mama bangga.”
            Sampai di pintu kamar hotel, bu Sida langsunt menyuruhku istirahat untuk persiapan lomba besok. Saatku buka pintu kamar hotel badanku sangat terasa lelah, dan membayangkan nyamannya kasur tidur single itu. Ku kunci pintu kamar. Langsung ku bereskan baju-bajuku. Dan aku ambil handuk lalu bersihkan badan yang sudah sangat bau ini. Setelah mandi aku lansung berbaring di kasur empuk plus badan yang tidak bisa di katakana lagi letihnya perjalanan sekolah menuju hotel menyita waktu 7 jam perjalanan. Dan itu sangat melelahkan. Pikiranku tretuju pada mama, apa yang ada dalam pikiran mama saat aku pergi dari rumah tanpa berpamitan, ditambah pila aku pergi ke Jakarta tanpa izin mama. Akhirnya, aku putuskan untuk menelpon mama.
            “halo. Ma, ini tara.”
            “tara,kemana saja kamu,nak?” nada kawatir itu membuat aku semakin merasa bersalah.
            “maaf,ma. Tara gak pamitan dulu. Sekarang tara lagi di Jakarta dan besok tara ikut lomba mengarang cerpen, dan kalau menang tara akan lanjut ke tingkat internasional. Tara mau minta doa restunya,ma.”
            “maafkan mama juga tara. Mama sudah melarang-larang untuk kamu kembangkan hobbymu. Mama pasti akan doakan kamu,nak.”
            “terima kasih,ma.”
            “ya sudah. Sekarang kamu istirahat karna besok pasti kamu akan sangat letih.”
            “iya,ma. Sudah dulu ya,ma. Tara tidur dulu, biar besok tara menang.”
            “amin,nak.”
            “asalamu’alaikum,ma.”
            “wa’alaikumsalam.” Pembicaraan antara aku dan mama terputus. Dan aku akan mulai mimpku malam ini, saat aku pejamkan mata.
***
            Hari ini jantungku berdetak sangat cepat. Perasaan grogi, takut, cemas, bercampur aduk. Tapi rasa optimis dalam diri selalu aku tanamkan, apa lagi restu dari mama sudah aku dapat. Aku ingin menang dalam kompetisi ini. Berapa banyak peserta yang harus aku kalahkan, itu pertanyaan yang sekarang menggerogoti pikiranku. Sampai di tempat perlombaan, aku benar-benar terkejut melihat banyak sekali peserta lomba ini.
            “bu, pesertanya ada berapa banyak?”
            “100 peserta dari seluruh Indonesia, dan ibu sangat yakin kamu bisa kalahkan 99 peserta lainnya.”
APA???? 100 peserta dari seluruh Indonesia. Rasa pesimis mulai hantui hatiku. Bisa atau tidak?
“kepeda seluruh peserta di harapkan berkumpul di area perlombaan.”
Tanda apa itu? Jantungku berdetak semakin tak beraturan. Andrenalinku semakin meninggi. Perlombaan akan segera dimulai.
            “saya tidak akan jelaskan lagi teknik perlombaan ini. Dan yang jelas perlombaan ini kami dari tim lomba mengarang cerpen tingkat nasional sudah bekerja sama dengan pihak universitas sastra Jakarta dan universitas sastra paris. Dan kemungkinan besar juara umum lomba ini akan kami kirim ke paris untuk mengikuti lomba mengarang cerpen di universitas sastra Paris.”
            WHAT???paris??? tak ada lagi kata-kata yang bisa aku katakana selain aku harus menang. Paris, kota impian bagiku. Semoga restu mama bawa aku ke  kota Paris. Mama, doakan aku agar aku bisa pergi ke Paris.
***
            2 jam lebih aku berkutat dengan kertas dan pena. Letih sekali. Saat kembali kehotel di pikiranku hanya Paris. Akhirnya perjuanganku tidak sia-sia. Tapi aku belum bisa berbangga hati sampai disini. Masih ada selangkah lagi agar aku bisa ke paris. Aku ingin kabarkan ini ke mama. Aku telpon mama karna aku sangat senag sekali.
            “asalamu’alaikum,ma.”
            “wa’alaikumsalam tara. Bagaimana tadi lomba kamu,nak?”
            “Pengumuman pemenangnya besok,ma. Doakan tara menang ya,ma. Karna pemenangnya akan dikirimkan ke Paris untuk di lombakan lagi disana.”
            “paris? Kamu serius,nak?”
            “iya,ma. Aku gak becanda. Aku berharap banget ma bisa menang. Dan aku bisa buat mama bangga.”
            “iya,nak. Mama bangga sekali punya anak seperti kamu.”
            “terima kasih,ma.” Sedih sekali rasanya tak ada kehadiran mama. Aku rindu mama.
            “ma, sudah dulu ya. Asalamu’alaikum.”
            “wa’alaikumsalam,nak. Hati-hati di sana.”
            “iya,ma. Mama juga jaga kesehatan.”
            “iya,nak.”  Telpon terputus. Aku berpikir untuk menelpon dita. Ah, tapi biarlah. Apabila aku menang, ini akan jadi kejutan buat dia.
***
            Keputusan siapa pemenangnya akan diumumkan hari ini. Kira-kira aku menang tidak ya? Tetap rasa optimis itu kupegang teguh. Aku tau aku akan menang. Pengumuman pemenang pun dimulai. Ini yang aku tunggu-tunggu sejak tadi.
            “baiklah, saya akan umumkan pemenang lomba mengarang cerpen tingkat nasional. Dan dewan juri sudah putuskan siapa yang akan menjadi juara umum dan di lombakan lagi di Paris. Kita mulai dari juara 3,jatuh kepada dani mulyo hakim dari Yogyakarta. Kepada mulyo diharapkan untuk naik ke atas podium. Kemudian juara 2, jatuh kepada nando ivander dari makasar. Silahkan naik keatas podium. Dan yang terakhir juara 1 sekaligus juara umum, inilah yang akan kami bawa ke Paris. Siapa siswa yang beruntung dan berprestasi ini. Dari daerah Sumatra nampaknya...” hatiku semakin berdegup kencang mendengar kata Sumatra. Batamkah? “... juara satunya adalah Tara ananda Syafitri dari Batam.” APA??? Namaku kah itu? Antara percaya dan tidak. Bahagia, konyol, bingung semuanya aku rasakan. “tara, bisa naik keatas podium untuk memberika sepatah dua patah kata?” akupun melangkahkan kaki menuju podium, lau beri sedikit sambtan. “asalamu’alaikum warohmatullahiwabarohkatuh. Tidak banyak yang bisa saya sampaikan, saya benar-benar kehabisan kata-kata. Yang jelas ini berkat dukungan mama yang hari ini beliau tak bisa hadir di hadapan saya. Sekian. Terimakasih”
            Tak ada yang mampu aku ucapkan selain kata bahagia dan terima kasih pada mama. Aku langsung kembali ke hotel dengan rasa sangat bahagia. Langsung ku telpon mama.
            “ma, tara ke Paris.”
            “kamu ke Paris?”
            “iya,ma. Tara menang. Terima kasih doanya,ma. Tara senang sekali.
            “Alhamdulillah. Akhirnya anakku benar-benar membuat mama bangga dan yakin kalau yang kamu putuskan adalah benar.”
            “iya,ma. Besok tara kembali ke Batam. Pukul 1 tara mungkin akan sampai di bandara, pergi bersama dita dan wira ya,ma.”
            “iya,sayang. Mama akan jemput kamu besok.”
            “sudah dulu ya,ma. Sampai bertemu besok,ma.”
            “iya,nak. Hati-hati di perjalanan kamu.”
            “doakan saja tara selamat,ma.”
            “amin. Asalamu’alaikum.”
            “wa’alaikumsalam,ma.”
Esok, saat aku kembali ke Batam. Aku akan bawa kebahagiaan dan kebanggaan. Sekarang yang aku perjuangkan sudah aku taklukan. Lewat keringat dan perjuanganku. Malam itu terasa sangat indah, saat aku duduk di balkon kamar hotelku. Pemandangan indah menghampar sepanjang mata memandang, tapi mungkin karna suasana hatiku sedang penuh denga rasa bahagia. Aku menatap langit, aku lihat bintang, dan salah satu di antaranya terlihat sangat terang. Akukah itu saat ini di antara orang-orang tercintaku. Mungkin setelah ini aku akan jadi kebanggaan bagi ang tuaku. Dan menjadi kesayangan di antara masyarakat. bintang terindah itu pun telah ku petik kini. Kesakitan akan jadi kebahagiaan. Malam semakin terasa sangat indah saat ku bayangkan bagaimana besok aku akan di sambut di kota kelahiranku. Tepat tanggal 2 mei di hari pendidikan nasional, aku perjuangkan seluruh hidupku. Dan Paris kota impian. Aku kembali ke ranjang tidur berwarna putih cerahitu. Dan terlelap bersama mimpi indah yang telah aku dapat.
***
5 menit lagi pesawat ini akan mendarat di bandara Hang Nadim Batam. Dan akan ku lihat senyum bahagia keluarga, dan teman-teman tercintaku. Aku keluar dari pesawat , dan cek tasku lewat x-ray. Dan aku langsung berlari mencari mama. Itu mama.
“maaaaamaaaaaaa” jeritku sambil kulambaikan tanganku agar mama lihat kedatanganku.
“tara” semuanya menghampiri aku. Lalu kupeluk mama. “Sayang, kamu benar-benar buat mama bangga. Sekarang kamu sudah yakinkan mama, kamu akan bahagia jika kamu jadi penulis.” Dahiku dicium oleh mama, seluruh badanku terasa bergetar merasakan kehangatan, dan kebahagiaan mama. Aku lihat sahabat-sahabatku menatapku haru tanda bangga. Langsung kupeluk mereka. Merekalah penyemangatku selama ini, mereka yang yakinkan aku bahwa aku bisa. Dan semua kata-kata mereka kini terwujud. “dita,wira, aku sayang kalian. Terima kasih sudah berikan aku support. Kalian memang teman terbaikku.” Hatiku bergetar melihat mereka yang menatapku dengan wajah bangga bercampur rindu. Dalam hatiku aku berkata, aku sayang kalian dan aku rindu kalian.
“kebahagiaan akan benar-benar tercapai saat kita tak pantang menyerah dalm melakukan suatu tujuan” ya, aku tau kata-kata itu lah yang kini jadi motivasi untuk hidupku. Aku punya orang-orang yang menyayangiku. Dan kegigihanku akan ku jadikan pegangan hidupku, agar aku bisa capai apapun yang aku mau, walaupun pedih awalnya. Tapi, percayalah allah simpan sesuatu yang sangat membuat bahagia. Dan itulah cara allah agar kita dapat belajar dan dapat bercermin dalam kehidupan. Tak ada satu hal pun yang tak mungkin di dunia ini, selama seseorang itu mamapu perjuangkan targetnya. Dan kini aku mampu gapai tujuanku dengan tetesan keringat, menahan amarah, memendam sakit, dan lupakan keluhan. Semuanya ada jalan yang terbaik.


THE END

0 komentar:

Posting Komentar